Oleh: Zein Yusuf Choudry. MSi
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِيُّ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ،
حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ
سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ، قَالَ: تَفَرَّقَ
النَّاسُ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، فَقَالَ لَهُ نَاتِلُ أَهْلِ الشَّامِ: أَيُّهَا الشَّيْخُ،
حَدِّثْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ: نَعَمْ، سَمِعْت رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُول: إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ
نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ
فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ
لِأَنْ يُقَالَ: جَرِيءٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى
وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ،
وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ
فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ،
وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ
تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ
لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى
وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ،
وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ
نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ
مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ،
قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَادٌ، فَقَدْ
قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ
عَلَى وَجْهِهِ، ثُمَّ أُلْقِيَ فِي
النَّارِ
TERJEMAH HADIS
Telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Habib
Al-Haritsi, (Dia - Yahya bin Habib Al-Haritsi telah berkata) Telah
mengabarkan kepada kami Khalid bin Al-Haritsi, (Dia - Khalid bin
Al-Haritsi berkata) telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, (Ibnu
Juraij berkata) telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yusuf, dari
Sulaiman bin Yasaar, Dia (Sulaiman bin Yasaar) berkata, Ketika
orang-orang telah meninggalkan Abu Hurairah, maka berkatalah Naatil bin
Qais al Hizamy Asy-Syamiy (seorang penduduk palestine beliau adalah
seorang tabiin), "Wahai Syaikh, ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang
Engkau telah dengar dari Rasulullah Shollallahu'alaihi wassalam, Ya (Aku
akan ceritakan - Jawab Abu Hurairah), Aku telah mendengar Rasulullah
Shollallahu'alaihi wassalam bersabda: "Sesungguhnya manusia pertama yang
diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Ia didatangkan
dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di
dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : 'Amal
apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?' Ia menjawab : 'Aku
berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.' Allah
berfirman : 'Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang
yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang
dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas
mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya
orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan
mengajarkannya serta membaca al-Qur-an. Ia didatangkan dan diperlihatkan
kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian
Allah menanyakannya: 'Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan
kenikmatan-kenikmatan itu?' Ia menjawab: 'Aku menuntut ilmu dan
mengajarkannya serta aku membaca al-Qur-an hanyalah karena engkau.'
Allah berkata : 'Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan
seorang 'alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya
dikatakan seorang qari' (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah
yang dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar
menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya
(yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan
berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya
kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah
bertanya : 'Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?' Dia
menjawab : 'Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan
yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena
Engkau.' Allah berfirman : 'Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian
itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah
yang dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar
menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.”
TAKHRIJ HADIS
Hadits
ini diriwayatkan oleh: Imam Muslim, di dalam Kitabul Imarah bab Man Qaatala lir
Riya' was Sum'ah Istahaqqannar VI/47 atau III/1513-1514 no. 1905; An-Nasa-i, Kitabul Jihad bab Man Qaatala liyuqala : Fulan Jari', Sunan
Nasa-i VI/23-24, Ahmad dalam Musnadnya II/322 dan Baihaqi IX/168.
PENJELASAN HADIS
Tiga kelompok manusia yang memiliki kedudukan sangat mulia dan
terhormat di mata manusia, mereka adalah orang alim, para dermawaan, dan
orang yang gugur di medan perang.
1. Orang alim, yang dimaksud
adalah orang yang berilmu tinggi tentang agama, mempelajari dan memahami
Alquran, dan bahkan mengajarkannya. Mereka ini di masyarakat awam
biasanya dijadikan panutan, sebagai rujukan atas berbagai masalah yang
dihadapi, juga menjadi tokoh yang dihormati sekaligus disegani.
2. Orang dermawan, yaitu mereka yang rajin bersedekah dan selalu
berbagi terutama untuk mereka yang membutuhkan. Semua orang akan
bersimpati, hormat, bahkan ingin selalu mendekat dengan para dermawan.
3. Pahlawan yang gugur di medan perang, namanya akan selalu dikenang di masyarakat umum karena
telah berani mengorbankan jiwa dan raga untuk suatu tujuan mulia.
Dalam
pandangan agama, tiga kedudukan di atas memiliki posisi yang sangat
agung dan terpuji di sisi Allah jika keadaan ketiganya tulus dan
bertujuan benar. Namun, hadis yang cukup populer di atas berbicara tentang tiga golongan tersebut yang nyatanya ketiganya menjadi penghuni neraka. Sungguh
suatu peringatan yang sangat tegas bahwa orang yang berkedudukan tinggi
dan mulia di mata manusia ternyata bisa dicampakkan ke neraka pertama
kali jika tidak mampu menyelamatkan hatinya dari sifat yang sangat
sangat tercela.
Semua orang berkeinginan menjadi orang alim
dengan ilmu dan wawasan luas, mampu menjawab berbagai persoalan dan bisa
memberikan penjelasan dan penerangan kepada masyarakat, yang dengannya
ia menjadi orang yang dihormati. Banyak orang bermimpi menjadi orang
yang kaya banyak harta sehingga bisa bersedekah dan selalu berbagi, yang
dengan hal itu ia dikenal sebagai orang yang mulia. Dan, mayoritas kaum
muslimin terutama para aktifis berusaha agar kelak bisa ikut andil
dalam perjuangan Islam, sehingga bisa gugur di medan pertempuran, mati
sebagai syahid di jalan Allah, dengan demikian ia akan mendapatkan
kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah dan di mata manusia.
Benar-benar
tidak mudah untuk mencapai tiga kedudukan tersebut dan tidak semua
manusia mampu meraihnya. Dan ada janji akan pahala dan ganjaran yang
agung dari sisi Allah bagi ke tiga golongan tersebut. Namun, mengapa mereka justru diancam akan dicampakkan ke neraka pertama kali? Kemanakah pahala amal mereka yang banyak itu???
Rasulullah saw pernah bersabda bahwa jika ada seseorang yang satu
sujudnya diterima oleh Allah, niscaya dia masuk surga. Lalu Aisyah Radhiyallahu `Anha
bertanya, lalu kemanakah pahala ruku` dan sujud kebanyakan manusia??
Rasul Shallallahu `Alaihi wa Sallam menjawab, semuanya dimakan oleh riya’.
Iya, riya’ lah
yang telah menghancurkan bangunan pahala yang telah dibangun oleh
hamba-hamba Allah yang tertipu. Riya’ lah yang membakarhanguskan
pundi-pundi amal yang dipersiapkan oleh manusia-manusia yang terperdaya.
Orang alim yang bangga dengan ilmunya dan senang apabila orang-orang
memuji kepandaian dan keluasan ilmunya, para dermawan yang merasa senang
apabila manusia menyebut-nyebut kebaikannya, dan orang berperang yang
ingin gugur di medan pertempuran supaya orang-orang mengenangnya sebagai
pahlawan yang gagah berani. Mereka itulah manusia yang bakal
dicampakkan pertama kali dan menjadi bahan bakar api neraka. Kita
berlindung kepada Allah dari tiga golongan tersebut.
Menyadari hal itu, mengingatkan kita akan pentingnya nilai keikhlasan, dan beratnya menjadi orang yang mukhlis.
Kita memohon kepada Allah semoga selalu memberikan taufik dan
hidayah-Nya kepada kita sehingga kita mampu menjaga keikhlasan pada
setiap amal yang kita lakukan, dan kita bisa menyembunyikan amal-amal
kita sebagaimana kita sembunyikan keburukan-keburukan kita. wallahu
a`lam. (Sedikit perubahan redaksi)
Kairo, 24 Desember 2013
Tidak ada komentar: