Oleh : Zen Yusuf Choudry. MSi
Dalam
perjalanan hidup setelah mati, semua manusia akan menjalani beberapa
fase yang menjadi proses penyeleksian yang akan menentukan apakah
nantinya seorang manusia dicampakkan ke neraka ataupun menjadi penghuni
surga. Salah satu proses yang harus dilalui adalah Mizan, yaitu ketika
semua manusia akan ditimbang amalnya, antara amal kebaikan dan keburukan
yang pernah ia lakukan di dunia.
Setiap orang akan ditimbang
dengan seadil-adilnya, dan Allah tidak akan pernah menzalimi hamba-Nya
dalam timbangan tersebut. Allah berfirman:
و نَضَعُ
الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ
شَيْئاً وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا
وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
“Kami akan memasang timbangan yang
tepat pada Hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang
sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami
mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat
perhitungan.” (Q.S. Al-anbiya’: 47).
Meskipun yang dipahami
kebanyakan orang bahwa yang ditimbang adalah amal, namun setidaknya ada
tiga pendapat para ulama mengenai bagaimana proses mizan ini dilakukan:
Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa yang ditimbang adalah amalnya,
hal ini berdasarkan hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
كَلِمَتَانِ
خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ،
حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ
اللهِ الْعَظِيْمِ
“Ada dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan,
tetapi berat dalam timbangan (pada hari Kiamat), dan dicintai oleh
ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): Subhaanallohi wa bihamdihi dan
Subhanallohil ‘Azhim.” (Hadis shalih diiriwayatkan oleh al-Bukhari, no.
6406, 6682, dan Muslim, 2694).
Pendapat ini yang dipilih oleh
Ibnu Hajar al-Ashqalani rahimahullah. Beliau berpendapat bahwa yang
ditimbang adalah amal, karena Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam
bersabda:
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيْزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat ketika ditimbang (di hari Kiamat)
daripada akhlak yang mulia.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab
al-Adab al-Mufrad, no. 270 dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam
Shahiih al-Adab al-Mufrad, no. 204)
Kedua, yang ditimbang
adalah orangnya. Ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa yang
ditimbang adalah orangnya. Berat atau ringannya timbangan tergantung
pada keimanannya, bukan berdasarkan ukuran tubuh, berat badannya, atau
banyaknya daging yang ada di tubuh mereka. Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيْمُ السَّمِيْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ
“Sesungguhnya pada hari Kiamat nanti ada seorang laki-laki yang besar
dan gemuk, tetapi ketika ditimbang di sisi Allah, tidak sampai seberat
sayap nyamuk.” Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Bacalah..
فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada
hari Kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 105). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 4729 dan Muslim, no. 2785)
Abdullah ibnu Mas`ud Radhiyallahu ‘Anhu adalah seorang sahabat yang memiliki ukuran betis
kecil. Tatkala ia mengambil ranting pohon untuk siwak, tiba-tiba angin
berhembus dengan sangat kencang dan menyingkap pakaiannya, sehingga
terlihatlah kedua telapak kaki dan betisnya yang kecil. Para sahabat
yang melihatnya pun tertawa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya: “Apa yang sedang kalian tertawakan?” Para sahabat
menjawab, “Kedua betisnya yang kecil, wahai Nabiyullah.” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُمَا أَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ أُحُدٍ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betisnya itu
di mizan nanti lebih berat dari pada gunung uhud.” (Diriwayatkan oleh
Ahmad dalam Musnad-nya, I/420-421 dan ath-Thabrani dalam al-Kabiir,
IX/75. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam As-Silsilah
Ash-Shohihah, no. 3192).
Ketiga, yang ditimbang adalah lembaran catatan amal, sebagaimana diterangkan dalam hadis bithaqah (kartu). Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al-`Ash Radhiyallahu ‘Anhuma,
Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya):
“Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh
manusia pada hari Kiamat dimana ketika itu dibentangkan 99 gulungan
catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan panjangnya sejauh mata
memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang engkau ingkari
dari semua catatan ini? Apakah para (Malaikat) pencatat amal telah
menganiayamu?,’ Dia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku,’ Allah bertanya:
‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?,’ Dia menjawab: ‘Tidak Wahai
Rabbku.’ Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu
kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya
sedikitpun. Kemudian dikeluarkanlah sebuah kartu (bithoqoh) yang di
dalamnya terdapat kalimat:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Lalu Allah berfirman: ‘Hadirkan timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai
Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa)
itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu tidak akan dianiaya.’ Kemudian
diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan
kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa)
tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat.
Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang
padanya terdapat Nama Allah.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2639,
Ibnu Majah, no. 4300, Al-Hakim, 1/6, 529, dan Ahmad, no. II/213. Hadits
ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah Ahaadiits
ash-Shahiihah, no. 135)
Pendapat terakhir inilah yang dipilih
oleh al-Qurthubi. Beliau mengatakan, “Yang benar, mizan menimbang berat
atau ringannya buku-buku yang berisikan catatan amal…” (At-Tadzkirah,
hal. 313)
Tiga pendapat di atas tidak saling bertentangan satu
sama lain, dengan pemahaman bahwa sebagian orang ada yang ditimbang
amalnya, sebagian yang lain ditimbang buku catatannya, dan sebagian yang
lain ditimbang dirinya.
Syaikh Muhammad bin shalih
al-Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa secara umum yang ditimbang
adalah amal perbuatannya, karena kebanyakan dalil-dalil menunjukkan
bahwa yang ditimbang adalah amal perbuatan. Adapun timbangan buku
catatan amal dan pelakunya, maka itu khusus untuk sebagian orang saja.
(Syarah al-`Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 390)
Dari uraian di
atas, kita dapat melihat betapa tingginya kedudukan para salafus saleh,
dalam hal ini sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa kedua
betis Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu lebih berat jika ditimbang dengan
gunung Uhud yang dicintai Allah. Di sisi lain, kita mengetahui bahwa ada
orang yang besar, gagah, gemuk, mungkin berpenampilan menakjubkan dan
meyakinkan, namun saat ditimbang di hari kiamat kelak, tidak lebih berat
timbangannya daripada sayap seekor nyamuk. Na’udzu billah min dzalik.
Hendaknya hal ini dapat memberikan motivasi kepada kita agar kita giat
beramal dengan tulus ikhlas mengharap pahala dan wajah Allah, supaya
kelak jika amalan kita ditimbang, kebaikan kita akan lebih berat dari
pada keburukan kita. Allah SWT berfirman:
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka dia
berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang
ringan timbangan (kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka
Hawiyah. (QS. Al-Qariah: 6-9)
Dan jangan kita biarkan setan
memperdayai kita sebagaimana kebanyakan orang-orang yang tertipu bahwa
setan membuat mereka merasa memiliki amalan yang banyak dan merasa sudah
mempunyai bergunung-gunung pahala, padahal sisi Allah hakekatnya belum
diketahui apakah amalan yang telah dilakukan diterima ataukah tertolak.
Ada baiknya selagi kita masih hidup untuk sering menghitung-hitung amal
kita dan mencoba-coba untuk menimbang antara kebaikan dan keburukan
kita. Sungguh beruntunglah orang yang rajin bermuhasabah atas dirinya.
Seorang sahabat r.a. pernah berkata:
حاسبوا انفسكم قبل ان تحاسبوا و زنوا قبل ان توزنوا
Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab di hari kiamat, dan timbanglah amalmu sebelum engkau ditimbang di hari kiamat.
Hisab di hari kiamat akan menjadi ringan bagi siapapun yang menghisab
dirinya di dunia. Dan insyaAllah timbangan kebaikan di akherat akan
menjadi lebih berat bagi siapapun yang menimbang amalannya di dunia.
Akhirnya kita memohon kepada Allah SWT agar memberikan taufik dan
hidayah-Nya kepada kita, dimudahkan bagi kita untuk melakukan
kebaikan-kebaikan di dunia ini, sehingga timbangan kebaikan kita lebih
berat daripada keburukan kita. Dan semoga kelak kita dikumpulkan dengan
para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan shalihin. Wallahu A`lam.
Kairo, 31 Desember 2013
Tidak ada komentar: